“`html
Daftar Isi
- Catatan Kelam Orde Baru dan Pelanggaran HAM Berat
- Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
- Penolakan dari Berbagai Kalangan
- Perlu Pembelajaran Sejarah yang Jujur dan Adil
- Langkah-langkah Konkret yang Diminta Kontras
- Kesimpulan
“`
Kontras Tolak Usulan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto!
Tanggal 27 Oktober 2023, Jakarta – Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto kembali mencuat dan memicu gelombang penolakan dari berbagai kalangan, khususnya dari Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Organisasi hak asasi manusia (HAM) ini dengan tegas menyatakan penolakan keras terhadap usulan tersebut, menganggapnya sebagai penghinaan terhadap korban pelanggaran HAM berat masa Orde Baru. Penolakan ini didasari atas catatan kelam pemerintahan Soeharto yang ditandai dengan praktik otoritarianisme, pelanggaran HAM sistematis, dan korupsi yang merajalela.
Catatan Kelam Orde Baru dan Pelanggaran HAM Berat
Rezim Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun (1967-1998), ditandai dengan praktik penindasan yang sistematis terhadap lawan politik dan aktivis HAM. Peristiwa 1965-1966, yang menewaskan ratusan ribu orang, hingga kini masih menjadi luka mendalam bagi bangsa Indonesia. Kontras mencatat berbagai kasus pelanggaran HAM berat lainnya selama Orde Baru, termasuk peristiwa Tanjung Priok (1984), penembakan aktivis di Dili, Timor Timur (1991), dan Tragedi Trisakti dan Semanggi (1998). Ribuan nyawa melayang, banyak yang hilang dan tak pernah ditemukan kembali, meninggalkan keluarga yang hingga kini masih menderita.
Haris Azhar, Koordinator Kontras, menyatakan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan HAM di Indonesia. “Memberikan penghargaan kepada seseorang yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat sama saja dengan melegitimasi kejahatan dan mengabaikan rasa keadilan bagi para korban,” tegasnya dalam pernyataan resmi Kontras pada tanggal 27 Oktober 2023 di kantor Kontras, Jakarta Selatan.
Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Selain pelanggaran HAM, pemerintahan Soeharto juga dikenal dengan praktik korupsi yang merajalela. Miliaran dolar dana negara dikorup, meninggalkan Indonesia dengan hutang luar negeri yang besar dan kesenjangan sosial yang tajam. Ketidakadilan ekonomi ini juga merupakan bagian dari catatan kelam Orde Baru yang tak bisa diabaikan.
Kontras menekankan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional seharusnya diberikan kepada individu yang telah memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan negara, dengan catatan rekam jejak yang bersih dan terbebas dari pelanggaran HAM dan korupsi. Soeharto, menurut Kontras, sama sekali tidak memenuhi kriteria tersebut.
Penolakan dari Berbagai Kalangan
Penolakan terhadap usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto tidak hanya datang dari Kontras. Berbagai organisasi masyarakat sipil, aktivis HAM, dan tokoh masyarakat juga menyatakan penolakan serupa. Mereka menilai bahwa pemberian gelar tersebut akan melukai hati para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa Orde Baru, serta menjadi penghinaan terhadap nilai-nilai demokrasi dan keadilan.
Di media sosial, tagar #TolakSoehartoPahlawan menjadi trending topic, menunjukkan meluasnya penolakan dari masyarakat luas. Banyak netizen yang mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan mereka terhadap usulan tersebut.
Perlu Pembelajaran Sejarah yang Jujur dan Adil
Kontras menekankan pentingnya pembelajaran sejarah yang jujur dan adil. Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto akan mendistorsi sejarah dan memberikan narasi yang keliru kepada generasi muda. Generasi muda perlu mengetahui sejarah yang sebenarnya, termasuk sisi gelap Orde Baru, agar tidak terulang kembali di masa depan.
Oleh karena itu, Kontras mendesak pemerintah untuk mencabut usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan fokus pada upaya penegakan hukum dan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat masa Orde Baru. Proses penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu harus dilakukan secara tuntas dan berkeadilan, sesuai dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip HAM.
Langkah-langkah Konkret yang Diminta Kontras
Kontras menyerukan beberapa langkah konkret kepada pemerintah, antara lain:
- Mencabut usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
- Menegaskan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu secara tuntas dan berkeadilan.
- Membuka akses informasi yang seluas-luasnya terkait pelanggaran HAM masa Orde Baru.
- Memperkuat lembaga perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia.
- Menjamin perlindungan bagi para korban dan saksi pelanggaran HAM.
Kontras juga menyerukan kepada masyarakat untuk terus menyuarakan aspirasi mereka dan menolak segala bentuk upaya yang mencoba untuk merehabilitasi citra pelaku pelanggaran HAM berat. Perjuangan untuk keadilan dan pengakuan atas pelanggaran HAM masa lalu harus terus berlanjut.
Kesimpulan
Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto merupakan langkah yang sangat kontroversial dan tidak tepat. Catatan kelam Orde Baru, terutama pelanggaran HAM berat dan korupsi, tidak dapat diabaikan begitu saja. Kontras, bersama dengan berbagai pihak lainnya, akan terus menolak usulan tersebut dan memperjuangkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa Orde Baru. Pemberian gelar pahlawan harus berdasarkan prestasi, integritas, dan rekam jejak yang bersih, bukan berdasarkan kekuasaan dan pengaruh.
Perlu diingat bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional merupakan penghargaan tertinggi bagi seorang warga negara. Pemberian gelar ini harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan berdasarkan fakta-fakta sejarah yang objektif dan adil, bukan berdasarkan kepentingan politik atau kekuasaan tertentu.